Merenungi Meditasi
* Akan diterbitkan di majalah Intisari edisi khusus Mind, Body & Soul
minggu ke-3 Januari
minggu ke-3 Januari
Pada salah satu sesi meditasi mingguan yang rutin saya jalani, hadirlah beberapa orang baru yang belum pernah ikut meditasi sebelumnya. Mereka lantas diberi kesempatan untuk bertanya seputar praktek meditasi. Sebaliknya, para peserta lama juga berkesempatan untuk ikut berbagi pengalaman.
Lalu ada satu orang yang bertanya: “Apakah praktek meditasi bisa mengurangi masalah?” Mungkin ia berharap meditasi bisa menjadi semacam metode problem-solving untuk menghadapi aneka problem kehidupan. Sebuah ekspektasi yang wajar. Biasanya, manusia memang perlu dirundung sejuta masalah terlebih dulu untuk akhirnya melongok ke dalam batinnya sendiri. Dan sebagaimana kita terbiasa menganggap “solusi” sebagai tujuan akhir dari “problem”, maka meditasi pun seringkali diposisikan sebagai solution maker.
Pertanyaan itu membuat saya merenung dan mengingat-ingat, apa sesungguhnya manfaat terdalam dari praktek meditasi? Dan sepertinya jawaban saya menjadi kabar buruk bagi peserta yang bertanya tadi, karena bagi saya, masalah tidak jadi berkurang. Bahkan kadang-kadang rasanya malah “bertambah”. Mengapa?
Sama halnya ketika saya mulai mengenal pola makan vegetarian. Di luar dari tubuh yang terasa lebih fit dan penyakit berkurang, badan saya pun jadi sangat peka. Saya, yang biasanya minum kopi 1-2 cangkir sehari dan baik-baik saja, sekarang tidak bisa minum lebih dari setengah cangkir. Itu pun kopi decaf. Saya, yang suka bumbu tajam, sekarang terganggu dengan hadirnya bawang-bawangan dalam makanan saya. Dan toleransi saya pada asap rokok merosot sangat drastis hingga saya dijuluki “si plang no-smoking berjalan”. Saya lantas bertanya-tanya: ke mana kemampuan saya dulu, yang sanggup melahap apa saja, lebih toleran dengan rokok, dsb? Karena bukannya saya yang tidak ingin fleksibel, tapi tubuh saya benar-benar menolak dengan sendirinya.
Dalam perihal mental, saya pun sempat bangga dengan kemampuan saya untuk selalu bersikap tenang di segala situasi. Saya, yang anti-konfrontasi, bangga dengan kemampuan diplomatis yang membuat saya tampak senantiasa berkepala dingin. Tapi, setelah saya mulai bermeditasi, saya menyadari bahwa ketenangan dan kekaleman saya tidaklah otentik. Semua itu hanyalah tameng sosial yang saya pikir akan membawa saya keluar dari masalah. Kenyataannya, saya menabung setumpuk pe-er dalam batin. Di luar kelihatannya saya “baik-baik” tapi di dalam saya berperang hebat dengan diri saya sendiri.
Meditasi membawa saya ke jantung peperangan itu. Menghadapkan saya bukan dengan siapa-siapa di luar sana, melainkan dengan diri saya sendiri. Dalam meditasi, saya diajak untuk menghadapi masalah seada-adanya, bukan dilebihkan, bukan juga dikurangi. Dan, ini dia yang ajaib, ketika masalah kita sadari sepenuhnya, seada-adanya, masalah meluruh dengan sendirinya. Tanpa perlu kita cari solusi. Tanpa perlu kita temukan jalan keluar.
Suami saya, Reza, sering berkata: Masalah = Situasi + Perasaan. Masalah baru hadir ketika sebuah situasi kita bubuhkan justifikasi “tidak suka”, “sebal”, “benci”, “tidak benar”, dsb. Namun seringnya kita hanya fokus ke situasi dan mencari cara untuk mengubahnya, sementara kendali itu tidak selamanya ada di tangan kita. Inilah yang akhirnya membuat batin kita lelah, frustrasi, dan stres. Ketika kita mau menghadapi perasaan kita, menerimanya sebulat-bulatnya, atau dalam terminologi meditasi, mengamati sepenuhnya, maka situasi cuma jadi situasi tok. Netral.
Sekarang, saya lebih peka dengan segala emosi yang saya alami. Dan praktek meditasi membuat saya susah untuk “lari” dari masalah, meski saya kepingin, karena batin saya tidak lagi terbiasa menabung utang perasaan. Jika saya marah, saya akui sepenuhnya bahwa ada amarah. Jika saya sedih, saya terima seutuhnya bahwa ada kesedihan sedang datang. Tidak lagi lari, tidak juga mengikatkannya terus menerus dengan diri saya, cukup mengamati: ini amarah, ini sedih, ini kecewa, dsb.
Masalah hidup ini tidak berkurang. Sungguh. Tapi ia cenderung lebih sebentar hinggap. Tidak lagi terlalu membelit dan mengikat hati kita.
Bukannya tak mungkin saat bermeditasi kita mendapatkan ide, inspirasi, bahkan solusi. Namun bagi saya, bukan itu yang menjadi manfaat utama. Meditasi adalah lensa yang meneropong semesta di dalam, dan menyadarkan kita bahwa apa yang di luar sana tidak pernah terpisah dengan apa yang ada di dalam. Dan apa yang di dalam diri adalah tanggung jawab kita masing-masing untuk menemukan esensi sejatinya. Meditasi mengajarkan saya untuk bertanggung jawab atas hidup.
Saya tidak pernah tahu pasti apakah paparan saya bermanfaat bagi peserta tadi. Minggu depannya ia tidak kembali lagi. Namun, pertanyaannya telah memberi manfaat yang luar biasa bagi saya. Karena untuk pertama kalinya saya diajak merenungi dengan sungguh-sungguh manfaat meditasi. Untuk saya. Titik.
Indonesia - RRI : Meditation Journal, Published Articles
Situs auto followers Twitter GRATIS tanpa SPAM! Klik mughunsa.blogspot.com. Dapatkan ribuan followers untuk akun Twitter Anda, cocok buat menaikan popularitas maupun menambah jualan online Anda!
0 Response to "Merenungi Meditasi"
Posting Komentar